Early Quarter Life Crysys

March 29, 2018

Banyak kegiatan jalan-jalan sendirian kayak yang sedang gue lakukan akhir-akhir ini bikin waktu ngelamun jadi jauuuuuuh lebih banyak. Kalau udah begini gue bawaannya jadi reflektif. Sangat reflektif. I have no idea too. It just happened that way, my dear.

Well, entah bisa gue share dengan gamblang atau nggak, yang jelas tiga bulan pertama di tahun ini bisa gue kasih judul: SHITS GET TOO REAL. Bahwa istilah “Manusia bisa berencana, Tuhan yang menentukan” itu bener banget adanya. Semua tidak bisa gue ceritakan dengan detail tentu saja, tapi awal tahun ini gue bener-bener merasa diangkat, dibanting, diangkat lagi, dibanting lagi, dan sekarang gue lagi berusaha mewaraskan diri dari segala kekusutan ini.

No matter how much you think you deserve something, there's always a reason why you didn't get it.

Tentu saja dibalik segala kesusahan kita harus selalu bersyukur, toh? Iya, pasti. Gue bersyukur banget banget banget biarpun udah mau gila, Tuhan nggak pernah lupa “ngejagain” gue dengan ngirim “guardian angels” yang super baik di mana-mana, yaitu temen-temen gue. I’m not over-glorifying them, but if there’s one thing I can really take pride from in my life, it is that my lifelong treasure is my friends. My gold-hearted friends. 

Being the oldest kid with the fact that your parents will rely on you heavily someday for the rest of their life will make you strong and independent somehow…yet so lonely. Gue gak bohong. Don’t get me wrong, my sibling is awesome, we’re a team. And with my family, four of us, we're a powerhouse. As I get older, now I do a lot of thinking in the family after my dad, do the administrative and domestic shit. But still, because I am the oldest, at least before anything my family will ask for solutions to me FIRST before I jump into collective discussions, and on the other hand I have so much in my own life I have to take care of (because who else is taking care of me other than well, myself?). I can’t help but feeling so alone, lonely, what have you, because I basically have no place to go. This year so far, and by far, is my hardest, the most tiring I could possibly have. I’m anxious just to think about it again.

Dan di sinilah temen-temen gue masuk.

Salah.

Mereka selalu ada dari awal. Baik ketika gue panik atau bahkan muncul tanpa ditanya. Postingan ini nggak akan kelar kalau semuanya gue ceritain satu-satu, tapi kalau ada satu hal yang gue percaya dan bikin gue tenang, orang baik itu di mana-mana, dan yang lebih bikin pengen nangis (bahkan ini gue ngetiknya berkaca-kaca) karena orang-orang baik ini ada di sekitar gue, dan di dalam hidup gue pula dan dengan caranya masing-masing seolah menenangkan gue kalau gue nggak sendirian. Mungkin sekarang cerita gue ini terdengar samar-samar, tapi semoga gue bisa cerita lebih jauh nanti, then you’ll understand why I’m telling you that my friends are my absolute treasure.
Beberapa hari yang lalu di Jakarta juga ada yang mendatangi gue and sent a bucket of the flower straight to the hotel room to cheer me up. HEHE. Gak usah di mention deh, you know who you are. 

Ngerasa seneng juga karena di usia yang lebih matang seperti sekarang, gue udah semakin firm sama apa yang gue mau di hidup gue, dan dengan itu gue nggak ngasih ruang untuk kompromi dengan orang lain yang bisa mengorbankan hal-hal yang gue mau. Di usia yang semakin matang juga, banyak hal yang semakin tidak relevan dan membuat gue jadi berpikir dan bersikap lebih praktis. Nggak punya waktu untuk menye-menye karena hidup gue udah kebanyakan urusan yang harus diberesin, jadi yang sekiranya cuma buang waktu langsung di-skip. 

Soal percintaan? Setelah gue mikir, sebenernya gue ini sama aja kayak gue yang dulu. Yang membedakan gue yang sekarang dan gue yang dulu adalah sekarang kalau patah hati bounce backnya lebih cepet, gengsi lebih tinggi, ketegaran lebih kuat, logika selalu jalan, dan lain-lain. I learned that the word “ideal” is almost an utopia. It’s not impossible to achieve, just non-existent for some people sometimes. And I’m one of those people, jadi ya cara menghadapinya dengan berusaha lebih legowo aja. Easier said than done, of course, tapi gue sadar banget gue udah nggak kayak dulu coping nya dalam menghadapi rainstorm kayak gini, hahaha. Sumpah ya, untuuung dulu gue bego. Kalau nggak lewatin masa-masa zonk ini, mana mungkin sekarang bisa lebih tough. That was one of the best things that ever happened in my life. It allowed me to reshaped my mind and heart in magnificent way. Unexplainable. It was a breakdown moment but also a spiritual awakening moment that change my whole perspective. Tentu ini patut gue syukuri.

Everything aside dari tahap adulting dan segala kekalutannya, membawa diri di pergaulan di usia sekarang juga jauh lebih enak. Ya ini menurut gue aja sih. Biasanya  karena makin tua, makin banyak pengalaman dan pengetahuan sehingga kita jadi lebih pede, baik waktu kenalan dan ngobrol dengan orang baru, atau ketika harus memutuskan sesuatu sendiri. Dulu waktu umur belasan, walaupun gue tau gue nggak kaku dan bisa ngobrol leluasa dengan siapa aja, di otak gue, gue selalu panik kalau harus dateng ke social event yang butuh networking: “Abis ini gue harus ngomong apalagi, ya?” atau… “Kalau nanti dia ngomongin hal yang gue nggak ngerti, gue harus bales apa? Bakal keliatan bego nggak ya gue?” Kalau pun nanti kita nggak ngerti pembahasan si lawan bicara, ya tinggal ngaku aja kalau kita nggak ngerti, atau bersilat lidah yang smooth sampe kemudian lo ngerti cerita lawan bicara dan lo nggak harus nanya.

Satu hal yang masih bertahan dari dulu sampai sekarang setelah gue nengok ke belakang adalah sifat overthinking gue. Ini bukan cuma penyakit, tapi kayaknya udah jadi takdir hidup. Di usia yang sekarang, gue berusaha lebih “eling,” berusaha ngingetin diri sendiri untuk nggak terlalu banyak mikir, berusaha cari distraksi sesering mungkin, dan berusaha cerita sama temen-temen setiap kali gue mulai anxious alias gelisah. Ini masih gue coba kok walau susah, I still find myself hardly open up sama orang lain menyangkut masalah yang buat gue super personal. Masih banyak menghadapi serangkaian trial and error, maju mundur dalam implementasinya, BUT STILL TRYING! Please look at it in a postive way :)

Oh well, dipikir-pikir banyak juga ya yang udah dilewatin sekian tahun ke belakang yang kadang bikin gue suka mikir: “How did that happen? How did I get through that?!” Gue percaya ini masih baru tahap awal dari proses pendewasaan yang super panjang itu. Yang I have no clue kapan gue bisa sampai ke umur mentally-and-financially-stable-years-old, tapi sejujurnya bangga sudah bisa sampai ke tahap ini. Semoga seterusnya gue bisa jauh lebih dewasa, cool-calm-collected-but-still-crazy-and-cheerful-Sandy, dan semoga semakin kuat. Amin.

But above all, I remember what I’ve prayed for. I’ve always prayed that I want to be significant, wherever I am. I want to be a blessing (even if it’s just a little one) not just be blessed. And by sending all these burdens, I think He agrees with I’ve prayed for. Rasanya emang pengen nyerah, tapi begitu mau nyerah, inget-inget lagi sama apa yang udah dilewatin. And yes, God trully blessed me by sent some really good friends in my life. Jumlahnya memang nggak banyak-banyak banget, but they’re the best and the sweetest. Tentu ini adalah orang-orang terbaik pilihan-Nya untuk hadir di segala fragmen kehidupan gue. Teman yang bisa dibawa untuk susah bareng, bokek bareng, haha-hihi kecentilan, cabut-cabut tolol dan yang selalu ada di saat senang dan sedih. Therefore, I couldn't ask for more. 

As time passes, I learned how to be grateful, I hate to miss everyone that I treasure.

So be tough, Ndy. You have these people on your back, what you're so afraid for? Be KICKASS!









You Might Also Like

0 comment