What Makes A Great Villain (+ Marvelous 10th year!)

March 02, 2018


I read a lot of books. I read a lot that sometimes it makes me having an anxiety if I don’t read one. Hahah, nggak deng. Tapi selebihnya benar. Gue banyak menghabiskan waktu senggang dengan membaca. I read novels from the book, in electronic form that you call e-books, manga, bahkan webtoon. Juga nonton banyak banget film, mulai dari genre action, biography, fantasy, sci-fi, romance, angst, war, and the least one should be horror. Drama Korea juga iya. I listen to a lot of music too, tiap hari ini sih.

You know how people said that self care isn’t always lush bath bombs & $20 face masks. Sometimes, self care means going to bed @ 8pm, letting go of a bad friend, or simply just reading, watching and listening to all of your favorite ‘storytelling’ supplies at least 100 times. Self care isn’t always luxury, but a mean for survival.

Can you see my main point up there? Gue addicted sama yang namanya storytelling. Entah itu dari buku yang gue baca, film yang gue tonton, bahkan dari lagu sekalipun. Mendengarkan cerita/rasa yang ingin disampaikan dan di transfer orang lain lewat media yang macem-macem adalah salah satu cara gue selama ini untuk escape dari dunia nyata yang entah memang nyata atau takhayul ini, yang kadang lucu dan ngaco. Once in a while all you need is not a solution, but an escape plan (I’m so sorry Mr. Stark) dari semua hal yang memusingkan tentang hidup.

Banyak banget cara untuk ‘self care’ dengan hiburan atau sekedar melakukan hobi. Misalnya, ke tempat yang literally memberikan hiburan...malam pffffffffttt, that’s not mine. Lo bisa ke tempat spa untuk memanjakan diri, ke stadion nonton bola, koleksi barang antik, belanja dan ber 'Jeung-Jeung ria', karaoke, masak, main PES, travelling (HOBI MANA SIH YANG TIDAK MENGELUARKAN DUIT?), dll. Hiburan buat buat gue adalah enjoying cerita/kisah orang lain yang membuat gue keluar sejenak dari kekalutan hidup. It can be also hand in hand with moments. Seperti kalau gue baca buku, yang tentu dilakukan sendirian, singkatnya adalah 'me time', atau yang bisa dilakukan bareng-bareng seperti nonton film, IN CINEMAS loh ya, yang tentu beda rasanya dan suasananya dengan nonton sendirian dan di rumah. The atmosphere, the smell of caramel popcorn yang entah berapa itu kalorinya sekali masuk mulut, dinginnya AC dan masih banyak lagi. You will laugh together or cry together, you felt the same thing and somehow connect with others. Bahkan gue kek pernah nonton sendiri terus gue keceplosan nanya "Hmm... Kok gitu sih?" (because I'm a little bit slow atau kehilangan pace) terus yang sebelah nyaut nanggepin pertanyaan gue yang nggak gue lontarkan ke siapa-siapa itu, dan pada akhirnya keluar bioskop bareng dan masih ngomongin filmnya and parts away karena kudu ngejar jam sholat. Or you can also holding someone's hands inside atau.......yha, and the last thing you know is that you missing out the movie. BYE.

And what makes a good storytelling?

Adakah yang pernah ikut workshop menulis? Apa sih yang diajarkan disana? Banyak. Seperti bagaimana cara cari ide cerita yang ‘pop out’, bagaimana bikin outline cerita beserta plotting nya, merekayasa karakter yang bagus (kadang ada mentor yang menyarankan kalau karakternya dikasih Zodiak, DUH), bikin opening, konflik sampai solusi yang epic, tips dan trik bagaimana karya yang dihasilkan bisa masuk penerbit dan mejeng di list best seller nya Gramedia DAN KITA JADI KAYAAAAA RAYAAAAA!!!! YAAAAAAAASSS!!!

But really tough, let me ask you a question: What makes a good storytelling? Apakah cukup dengan premis yang menarik, karakter yang bikin cewek bergetar, 'Quotable' atau punya pesan moral yang bagus?

Buat gue pribadi jawabannya cuman satu. A memorable story, membuat cerita yang terngiang dipikiran pembacanya. Tentu diingat yang baik-baiknya ya, bukan diinget karena covernya yang norak, misalnya. Karena banyak yang bisa ditarik dari ‘memorable’ itu sendiri, termasuk ceritanya, alurnya, konfliknya, karakternya sampai pesan moralnya pasti terbayang terus di kepala pembacanya and that’s make a good storytelling yang juga berarti tujuan bukunya suskses, 'mengantar' cerita/rasa yang ingin disampaikan penulis ke pembacanya. Pendapat gue pribadi aja nih loh ya. Karena itulah bisa dibilang penulis buku, film maker atau musisi yang bikin karya adalah jantung tapi yang menghembuskan nafas adalah pembacanya, penontonnya dan penikmatnya. Dan sepertinya ada formula formula tertentu untuk bikin suatu karya jadi 'memorable' yang nggak gue pahami. Tapi memang sebuah karya gak harus dibikin semua menjadi unik supaya diingat terus oleh pembacanya, sometimes the readers can catch a thing or two from your work when you put your heart contents, tidak harus sesuatu yang 'deep', and that's pull enough to make your works last a long time on their minds. And it happened to me, itu bukan sesuatu yang "Wow. Amazing banget nih kalian harus baca!", but it has distinct color of their own yang entah denyut storytelling nya jago atau mungkin ceritanya relatable sama gue. A book like this still a mile better than buku best seller di pasaran yang nggak bikin gue geeked out dan merasakan apa-apa. It doesn't mean that the book is bad, nope, maybe just not a cup of my tea. I gotta find something else.

Another thing is, a good storytelling need a lot of support from its characters. Kebanyakan orang pasti menyanjung protagonis lebih dari siapapun (yaeyalah dodol), but have you ever fall in love with a villain? Si antagonis? Ouch, what a guilty pleasure but I never seem felt sorry about that HAHA.

Dan ini yang gue lagi alamin sekarang.

Weeks ago I watch Black Panther. Again, all alone. I promise my self to showing up on the theater at the day one, but it didn’t happen. Gue enggak bangun. Akhirnya nonton besoknya dan masih nguing-nguing aja gitu di kepala sampai hari ini. The film itself is great but not as great sampai ke level phenomenal sih, at least for me. Cerita dan gambar bagus sebenernya tapi apa karena humornya cetek ya? Kalah jauh sama Spiderman: Homecoming sih (YAELA LU KALO MAU BANDINGIN APPLE TO APPLE DONK SHAY) (ya maap, kan tau sendiri selera humor q itu rata sama tanah)))) .

Sampai di rumah, I can’t easily brush it off. Sebel. I feel so attached to the villain, the man behind the Vibranium yellow jaguar suit, Erik Killmonger (OR 'KING'MONGER, PERHAPS). Gue yakin sih ribuan fans Marvel hormonal lainnya juga merasakan hal serupa. What a legend.

YEAH THAT TOTALLY LOOKS BADASS. Meong.

I haven't seen anything that really dig deep into why he's a more compelling and captivating antagonist than Marvel's usual villain. So I want to dive into the screenplay to detect what makes Killmonger the kind of villain that is so good that you find yourself rooting for them. Sampai aing kepikiran sampai sekarang, nggak mau kalau dia beneran mokat dan berharap dia muncul di sekuelnya. Dan peran antagonis yang bagus seperti ini nggak serta merta hanya butuh aktor yang oke aja, tapi juga screenplay dan ide cerita yang cakep. Dibebankan ke siapakah tugas yang Maha berat ini? Screen writer.

All I have to say that Killmonger meets all of the main criteria of a good villain: exceptionally good at attacking the hero, pressure the hero into making choices and compete for the same goal as the hero. (IYA KOK KEDENGERAN ITU RAUNGANNYA DC FANS WHO SAYS “MAAF PERMISI, JOKER IN THE DARK KNIGHT ALSO PUT FORTH THREE MAIN CRITERIA THAT ALL A GOOD ANTAGONISTS SHOULD STRIVE” SAMPAI SINI) (Terdangar juga suara di relung hati yang terdalam berbisik "Darth Vader, Nyet").

But here’s no place for DC or any other fanchise, man. I want to discuss why I think that Killmonger is a good example of other important qualifications for creating a memorable and exceptional villain. Sekali lagi tolong di highlight: memorable.

Nggak selalu dalam mengemas cerita yang menarik karakter antagonis itu di-anak-tiri-kan, they need backstory, motivation and do story arc. Sejauh ini Marvel punya banyak banget karakter antagonis yang sangat sangat sangat generik, who are evil just for the sake of being evil. Misalnya Red Skull, Yellowjacket, Dormamu atau Ronan. They are all generic evil villains whose the character's motivations pretty much boil down to “I'm a bad person who wants more power. HANCURKAN SEMUANYA!” 

Jadi saat Marvel delivers an extremely detailed and empathetic villain seperti Killmonger yang cerita latar belakangnya maupun motivasi karakternya untuk ‘berniat jahat’ that are clearly laid out to the audience, kita dibikin bertanya-tanya. Kenapa bisa kita dibikin terenyuh, dibikin bingung mau ngejagoin T’Challa apa Killmonger (yang diam diam selama ini suka baca manga dan nonton anime but also an Aquarian huhuhuh AQ LEMAH) (Why have I been living my life surrounded by scum when this perfect specimen was out there waiting for me to find him?)

“HAH. Giliran gue baca komik lo bilang ‘gak ada yang lain?’, giliran Michael B. Jordan suka baca Naruto lo bilang dia ADORABLE. Rasis!!!”

Well, walaupun di film akhirnya terjadi perpecahan, but at least Killmonger definitely has a point. Dia menurut gue benar tentang selama ini bahwa Wakanda ‘neglecting’ orang orang di luar sana yang kesulitan, dirundung bencana dan dalam bahaya disana sini. Sedangkan Wakanda sendiri adalah tempat yang aman dan damai banget, bahkan punya Vibranium, sumberdaya yang bukan main hebatnya. He has strong points about creating a more equal world, this forces to make T’Challa realize the mistakes in his own philosophy. And results in him changing his ideology in the end much like the Joker does to Batman in the Dark Knight, which makes the plot much more interesting than pure good fighting and pure evil, both of them did extremely well (DC FANS CAN CLAP NOW. Puas kelen?).

They do and say things that we wish we could do, and silently we enjoy watching their carefully laid plans succeed. Walaupun mereka jahat, seenggaknya kita sebagai audience bisa appreciate apa yang sudah mereka lakuin. From Marvel, let's take Loki for another example (MY FAVORITE LIL' SHIT), Marvel fans Golden Boy and up until this point unquestionably the best Marvel Cinematic Universe best villain. Ni anak punya back story yang lumayan menyayat hati, an eyecandy, charming, dan bisa kocak juga walaupun jahat, and that makes him likeable. Malah dia sekarang jadi protagonis di Thor: Ragnarok itu kek "Hello, sudah tobat kah kau nak?" Gak tau deh kalo jahat lagi nantinya wkwkwk.

Kok jahat-jahat tapi adorable ya? Oh, sudah tidak aneh lagi. Sandy has always been fall for majestic dark haired royal blooded conflicted and complicated villainous vibe guys with tragic backstory who want the throne so bad that have daddy issues. Nyehehe.

Lastly, lots of Marvel villains aren't shown to be either that powerful or charismatic, and Loki also Killmonger are like the opposite of the boring old rich white men that are so often the antagonists in Marvel movies. Great job screen writer-deul yang sukses untuk mendeliver dan meramu karakter antagonis yang selalu dinanti kemunculannya! What a memorable supervillain. Kalian berhak naik gaji.

---



Oh yeah, not forget that this year marks Marvel’s marvelous 10th year!! YAY. Can’t wait for the Avengers: Infinity War, their current most anticipated biggest project of all time. Kalau tidak pecah kayaknya gue bakal sedih, I think I should riot.

And here is Sandy’s top three rank of MCU movies until this date (kalau ada yang nanya):
  1. Captain America: Civil War (Sudah ditonton berkali kali and still as good)
  2. Captain America: The Winter Soldier (Bukan fans Chris Evans but I must say tiap film yang ada Bucky / Sebastian Stan nya itu selalu bagus #FACT)
  3. The Avengers: Age of Ultron (Avengers as a mass destroyer, kapan lagi)

Honorable mention:
  1. Thor: Ragnarok (Lucunya sampai tolol, props to Taika Waititi! Please give the credit when the credit is due)
  2. Ofc, Black Panther (Taroh di sini essay di atas sebagai alasannya)

"Mana Iron Man, Ndy?" Well I'm so so so sorry I'm not so into a cocky million dollar daddy with a can head. But please don't misunderstood, I never hate him. Although I love his jokes, but I feel like I should away from his temprament management that sometimes...yeah, walaupun reasonable gue tetap tidak berselera. Kalau ada yang lebih baik kenapa enggak kan? On the other side, I'm so glad that I am introduced to T’Challa, a king of a third-world-country yang bisa menciptakan berbagai hal yang jauh lebih canggih daripada Stark Industries (again, sorry, but that's a fact stated on the both film and comic) and at the same time also a hero. Perhaps a sugar daddy that can also be our syurga daddy who will lead us to jannah 😊
Maw nangis gak kaw? Beneran seorang raja dan calon imam;;;


Okay, so that’s all for now. Gue harus segera selesaikan dan menutup tulisan ini sebelum makin ngelantur dan aneh lagi. 

Y'all excited for Infitiny War to come? Cause I do!

Nah, updatenya sih tanggal rilis ini yang sudah gempar 4 Mei 2018 akhirnya dimajuin seminggu jadi 27 April worldwide, yang berarti bisa jadi 25 April di Indonesia (WHICH IS LESS THAN TWO MONTHS AWAY!) karena dimari banyak film Marvel yang selalu duluan tayangnya. Langganan dari dulu, dan nggak film Marvel doang sebenernya. Mungkin karena Star Wars nya Han Solo dan Deadpool 2 kali yes, supaya gak dempet-dempetan dan bikin kita sesek sembari membuat dompet kita menjerit like how we got Thor: Ragnarok, Coco and The Last Jedi within about six weeks last year, and we got Doctor Strange, Moana and Rogue One: A Star Wars Story within the same holiday stretch in 2016 yang bikin 'iki piye'.

Ah udah, I really have to close the post.
Arrivederci and Hail Hydra! *minta di gibeng*


You Might Also Like

0 comment