Book Review: Crazy Rich Asians
March 29, 2017
CRAZY RICH
ASIANS by Kevin Kwan
Genre:
Fiction, Chicklit, Romance, Humor
Blurb
When Rachel
Chu agrees to spend the summer in Singapore with her boyfriend, Nicholas Young,
she envisions a humble family home, long drives to explore the island, and
quality time with the man she might one day marry.
What she
doesn't know is that Nick's family home happens to look like a palace, that
she'll ride in more private planes than cars, and that with one of Asia's most
eligible bachelors on her arm, Rachel might as well have a target on her back.
Initiated into a world of dynastic splendor beyond imagination, Rachel meets
Astrid, the It Girl of Singapore society; Eddie, whose family practically lives
in the pages of the Hong Kong socialite magazines; and Eleanor, Nick's
formidable mother, a woman who has very strong feelings about who her son should
and should not marry.
Non-spoiler
Review
Mengangkat
tema kaum jetset Asia, lebih tepatnya kaum Chinese, yang tinggal di Singapura.
The story is a typical fish-out-of-water Cinderella tale, with Rachel Chu
starring as our bewildered fish. Lain dengan pacarnya, Nicholas Young a.k.a
Nicky yang sudah dipacarinnya selama dua tahun. Nicky berprofesi sama seperti
Rachel, profesor di salah satu universitas terkemuka di New York adalah anak
kaya raya. Kaya banget. Gak paham sih gue, sosoknya sempurna banget, macam pangeran dengan kuda putih nan soleh, plus tajir melintir.
All sounds
super melodramatic, and exactly the plot you’ve read a thousand million times,
you are correct. Cowok kaya raya yang jatuh cinta sama cewek miskin, nggak
peduli keluarganya setuju apa kagak, nggak peduli apa kata dunia lah pokoknya,
Nicky ingin menikahi Rachel walaupun hubungan mereka ditentang oleh Eleanor Young (ibunda Nick).
The book’s
ability to open a window onto an aspirational culture of Asia, yang mungkin
untuk sebagian orang, apalagi Westerner, have no idea of this stuff existed is
a good point. Nggak cuma menyorot berbagai macam jenis kehidupan horang kayah
dan barang-barang mewah; kadang explanation tentang barang-barang branded itu
juga kerajinan, disebutin mulai dari brand, nama disainer, bahan, jumlah mutiara yang nempel di baju, dsb. (buat
yang ngerti sih mungkin oke-oke aja, tapi buat yang nggak ya...telen aja
deh), tapi sang penulis juga mengajak para pembaca untuk ikut mengelilingi
Singapura, Malaysia, Indonesia, Hongkong, Paris, Macau (yang gue inget cuman segitu). Pokoknya banyak negara yang
disebutkan disini. Banyak juga disebutkan makanan-makanan tradisional,
perayaan-perayaan dan kebiasaan-kebiasaan orang Singapura (disertai penjelasannya) terutama keturunan
Cina Perantauan.
Jujur, the
main characters are boring as hell, I'm sorry. Gue nggak jealous sama Rachel
yang dicintai mati-matian sama Nicky, nggak. Tapi memang selama gue baca buku
ini mereka interaksinya gitu-gitu aja. Tiresome conversation, lack of depth and
predictable. Sorry guys.
My favorite
by far and away was Astrid 'Goddess' Leong (Sepupu Nicky). Her conflict with
her husband, Michael, and her family was farrrr more interesting and mature
than anything those two have going. Suaminya selingkuh gitu deh, terus Astrid
ini ketemu mantannya yang baik banget sama dia. Dan sampai lembar terakhir,
other than Astrid, I have a huge crush on Peik Lin, Rachel's best friend.
Kalau suka
buku-bukunya Ika Natassa macam A Very Yuppy Wedding, Divortiare, etc., mungkin
akan cocok sama buku ini. Jangankan penggambaran suasana dalam bukunya, tentang
pakaian dan arsitekturpun, sampai sejarah-sejarahnya, dijelaskan disini. Banyak
sih yang bilang info-info kayak gini kurang penting, tapi buat gue yang sudah
banyak baca buku Ika Natassa yang bertabur nama brand, nggak masalah. Walau cukup
belibet dan bikin jiper juga.
Untuk plot
awalnya emang ribet dan kadang bikin pusing, "Ini cerita mau dibawa kemana, sih?", dan karena terlalu banyak karakter yang ditampilkan
disini, bikin nambah bingung. Tapi gue sih lama-lama terbiasa kok.
Overall
Indeed, the
book reads like half story, half explanation for the uninitiated into South
Asian high society. Untuk orang Indonesia, nggak akan begitu sulit untuk
mendefinisikan istilah-istilah yang dipakai di buku ini, karena kebanyakan pakai bahasa Melayu. Selain
istilah Melayu, sebenarnya juga banyak istilah Cina disini, dan penjelasan
tentang brand, hahahaha penting banget. The good news is: there are footnotes!
(When’s the last time you read a brand-name filled Cinderella story with
footnotes? Never. Never would probably
be the answer.)
Buat gue
pribadi sih, ini bacaan yang cukup menarik, walaupun cerita kisah cinta si kaya
dan si miskin udah sering banget diangkat. Yang bikin asyik disini, Kevin Kwan
bercerita dengan mulus dan humoris. Banyak unsur komedi satir disini. Ngena dan
bikin reaksi kita ''Ih, anjay bener!!''. Dan ngasih kita banyak pengetahuan baru tentang kebudayaan di Singapura, terutama masyarakat Chinese.
Ndymeter
Penekanan
pada 'depth' karakternya disini meeeh banget, apalagi untuk karakter utamanya.
Menurut gue daripada menjelaskan panjang lebar tentang nama-nama brand yang
bikin mumet, yang tetap gue baca, dan yang nggak gue ngerti pula, seharusnya
diberikan porsi lebih banyak untuk interaksi Nick dan Rachel. I can’t remember what last happened to the character because its buried under a pile of Prada, Bottega, Alexander McQueen and the 18th century teacups,
you know?
★★★
Tiga bintang
cukup nggak nih? Hahaha. Walau cuman tiga bintang tapi nggak mengurangi
keinginan gue untuk membaca buku sekuel-nya, China Rich Girlfriend, yang sudah
gue beli dan nunggu giliran untuk dibaca.
0 comment