35mm Journal: April 2017

April 25, 2017

Hello! Hi!

So how's everyone on the last week of April so far? Mine is s l o w a f. Feels like everything happened in a slow motion for the past month.

Bosen nggak sih sebenarnya dengan post yang melulu tentang/mengenai buku? Sometimes I do. Selain membaca, hobi gue yang lain adalah: photography. Bukan, tolong jangan bayangkan photography yang cakep-cakep ala high-fashion or a-super-good-shot-stuff. What I usually do is potrat-potret random pake hape yang tentunya way faaaaaaaaaarr from experienced-professional-photography. Is there something the way you call that? Yeah, whatever.

Gue nggak punya kamera mirrorless. Truth to be told, gue nggak punya uang untuk itu. Ada sih, cuman sayang banget kalau dipake dengan nominal harga kamera sekian dengan jumlah tabungan gue yang jumlahnya tidak akan bersisa banyak jikalau dipake nantinya. Jadi kalau keadaan ekonomi gue seperti ini, duit untuk main gue gimana? Untuk ngonser dan hedon-hedon gaul gimana? Antara nunggu dibeliin aja atau nunggu ntar pas kalau udah kerja dan punya penghasilan sendiri baru beli. Life isn't easy if you're not born multimillionaire. 

Long story short gue tertarik sama film photography. Gara-gara ada beberapa kawan di Instagram yang mulai coba-coba, dan hasil fotonya cakep, terus gue kepo. Yang ada di kepala orang-orang jaman sekarang, mungkin fotografi dengan kamera film itu....ketinggalan jaman, bok. Namun akan selalu ada mereka yang mencintai hal-hal ketinggalan jaman. Baik itu orang konservatif yang nggak peduli terhadap kecanggihan dan menikmati kekolotan, atau para manusia modern yang merasa bosan dengan kecanggihan, sehingga memilih menilik kembali hal-hal retro dan vintage. Dan mungkin ada juga yang berawal dari rasa penasaran, seperti gue misalnya.

Ternyata homo sapiens jenis ini masih buanyaaaak.

Akhirnya gue ngubek showroom, nope, lemari display yang dijadikan corner keluarga gue untuk menyimpan pusaka-pusaka atau barang-barang jadul. My dad is so into vintage stuffs so this is one of his showroom. Disitu gue menemukan kamera analog pocket, point and shoot with 35mm lens camera peninggalan my almarhum grandpa. 

Menurut bokap gue, kamera ini (kakek gue menyebutnya dengan tustel) adalah kamera yang terakhir dia pakai dan sering dibawa kemana-mana. Entah ini dibeli sebelum gue lahir, tahun 1996 atau setelahnya. Dalam sejarahnya, beliau pernah dikasih kamera digital agar lebih praktis, tapi ya namanya juga orang jaman baheula (sowwwyy my French doesn't help), mereka susah untuk mengejar ketinggalan teknologi yang sudah begitu jauh dari jamannya. You cannot stop technology from affecting the way people do things. You just have to adapt, right? Tapi ini nggak berlaku untuk beliau. In a highway technology era like today, bizarre banget orang yang masih nenteng-nenteng bulky kamera yang tiap membidik harus via viewfinder, tanpa zoom lens, tanpa pixel, tanpa lightmeter, tanpa bisa melihat hasilnya langsung. 

Pas pertamakali di-check, ternyata masih berfungsi. Dan beliau juga meninggalkan satu roll Fujicolor Superia 200 yang tentunya sudah expired 2011. Kameranya sendiri adalah Novacam Maestro Super warna jet black polos, and with my Midas touch I put some sticker and washi tapes. Iseng banget nih cucuk satu ini mengotori peninggalan.



And here's some decent shot from the camera with the expired Superia loaded on:

Test roll featuring Menil & Menul

10 Floor Buildin' on Telkom Yuniversitee

Our little reunion. Ya, nggak ada gue. Gue yang foto.

The neighborhood

Dan ini adalah exposure penghabisan sebelum dicuci. My wine-wine solution buddy, Rosi, is humbly featured:




Awalnya jiper juga untuk pake film yang sudah expired. Tapi hasilnya jauh lebih bagus daripada yang gue kira. 

I started this shit on the fourth quarter of 2016 dan sampai sekarang gue belum menemukan kalau gue bosen dan jenuh. I always get myself bored about doing stuff easily after a while (because I'm an Aquarian) but this is an exception, or I dunno. Kalau belom sempet nyuci punya sendiri, gue biasanya suka pinjem-pinjem kamera temen, nyomot beberapa exposure, dan kalau mereka nyuci gue tagih hasilnya, ngejar-ngejar kayak tukang tagih utang, sekalian belajar SLR dan rangefinder yang belum gue kuasai.

And lastly, just like life, we develop from negatives, aren't we? 

Yep, tolong diabaikan saja. Sungguh kalimat yang nggak relevan di era kekinian. Tapi mungkin masih berlaku untuk manusia-manusia primitif yang masih setia pake roll film ketimbang memory card.

Adios~









You Might Also Like

1 comment