Book Review: A Little Thing Called Hope

April 05, 2017

One Little Thing Called Hope by Winna Efendi
Genre: Young Adult, Fiction, Family, Romance

Blurb
Aeryn
Hidup Aeryn seolah nyaris sempurna. Pintar, cantik, populer. Namun, setelah kehilangan ibunya, Aeryn menyadari bahwa kebahagiaan tidak pernah berlangsung terlalu lama. Selalu ada sesuatu yang terjadi. Kehadiran Flo dan Tante Hera membuat segalanya berubah. Bahagia ternyata tak seperti yang ia duga.

Flo
Bagi Flo, hidup adalah makanan manis, kue, tas perca dan aksesori buatan tangan, kotak-kotak susu aneka warna, serta Genta dan Theo - dua cowok paling berarti baginya. Bahagianya hampir terasa lengkap ketika ia memiliki Aeryn sebagai kakak perempuan yang ia idamkan. Namun, bahagi ternyata tak seperti yang ia duga.

Ini kisah persahabatan yang tak terduga di antara orang-orang yang dipertemukan secara tak sengaja, keteguhan hati untuk bertahan pada pilihan meski itu sulit. Juga tentang cinta dan harapan yang harus dibagi dan direlakan pergi.

Non-spoiler Review

Jujur ini pertamakalinya gue membaca buku Winna Efendi setelah sekian lama. Kayaknya terakhir baca buku dia tuh jaman SMA gitu, kayaknya juga cuman satu, lupa juga yang mana (Glam Girls atau yang mana, gue juga gak yakin), meanwhile gue sekarang sudah mahasiswi semester akhir. Buku dia rata-rata emang konsumennya remaja, ya? Jaman SMA kalo nggak liat teman-teman nenteng buku-buku Raditya Dika, bergilir buku Danur, ya Winna Efendi. Sedangkan gue begulat dengan karya-karya Metropop-nya Ika Natassa, Alberthiene Endah, dkk.

Back to the book. Di buku ini awalnya ada epilog. Dikasih epilog kayak gini, on the first few page, bikin gue penasaran. Jadi gue lumayan ngebut di awal-awal sampai tiga per empatnya, sisanya gue mulai malas tapi habis juga kurang dari seminggu.

Pokok ceritanya adalah Aeryn yang hidupnya jadi serba salah setelah kematian nyokapnya, karena ayahnya memutuskan menikah lagi tidak lama setelah kematian istrinya serta memboyong istri yang baru dinikahinya beserta anaknya, Flo, ke rumah Aeryn. Babak pertama buku ini kalau dijelaskan secara kasar dalam satu kalimat, menceritakan Aeryn yang: "Gue belum berhenti berduka lo udah nikah lagi dan segampang itu move on, kan sebel".

Aeryn ini wataknya keras dan batu banget, karakter cewek yang macho, independent, pinter dan dingin. Sedangkan saudara tirinya, Flo, yang baru pindah ke sekolah yang sama dengan Aeryn, karakternya lembut, cewek banget, tapi gimana ya, clumsy, loading lama dan cilepeung (pardon my French). Dengan sifat yang kayak air dan api ini, susah buat mereka akur dan banyak menimbulkan percikan konflik karena ketidakcocokan mereka yang kebanyakan dipengaruhi faktor Aeryn yang belum bisa menerima kehadiran keluarga barunya.

Sampai akhirnya, epilog yang diawal itu terlihat lebih jelas di tengah-tengah. Dari situ Aeryn memulai babak baru dirinya, sadar kalau dia harus move on dari berita duka kematian nyokapnya, menerima keluarga barunya dan membuka dirinya untuk Flo...yang hamil di luar nikah. Edan.

Menurut gue berani banget Winna Efendi untuk mengambil tema yang 'tabu' ini, apalagi konsumen pembacanya mayoritas adalah remaja anak sekolahan, walau rasanya banyak juga 'remaja tua' seperti gue yang membaca bukunya, but still...berani juga ya.

Selain cerita tubir-tubirannya Aeryn dan Flo yang mulai menyurut di tengah-tengah sampai damai di akhir, aneh kayaknya Teen-Lit tanpa bumbu-bumbu cinta. Dihadirkanlah dua cowok protagonis yang satunya sudah tidak perjaka.

Theo, sahabat Flo dari sekolah lamanya, ternyata diam-diam punya perasaan sama Flo tapi ya gitu dah wkwkwk, first love kan mimpi ye? No secrets here, gue juga pernah SMA kok.

Dan ada Genta, that selfish fuckboi. He think he's a hot shit and all that, gitu? Ingin merepet rasanya. Guys, kalo ada cowo begini mah jauhin aja ya. Dia adalah teman dan pacar yang lebih baik dibuang sebelum nikung. Selebihnya baca aja dah.
Overall

Alur ceritanya sebenarnya gampang banget ditebak sejak awal, yes, its pretty predictable. Gue nggak menemukan sesuatu yang 'baru' disini. Also a pretty light book to read, at least. Dengan buku setebal ini, walau mulai dari tema, pesan moral dan penulisan, gue gak menemukan masalah, sayangnya humornya hemat. Dan abis baca buku ini bikin hati gue anget dan perasaan positif.

Ada satu quote yang personally gue suka disini:
Collect moments, not things. Lost things can often be found. But lost moments will never be rediscovered. 
Ndymeter

Gue bingung...entah...kenapa....I enjoyed the book but tapi kayaknya gue harus jujur sama diri sendiri. Ya gak sih? I think its only the matter of preference and this one isn't my stuff. Kalau disuruh menilai secara objektif, buku ini punya banyak hal baik dan positif yang bisa diambil untuk jadi pelajaran. I truly enjoyed the book and the process of finishing it, tapi mungkin gue udah terlalu tua untuk membaca Teen-Lit hahaha makannya udah merasa nggak cocok lagi. 

But believe me, the book is good!


Tiga bintang meluncur~

★★★

Btw gue baru beli Some Kind of Wonderful-nya Winna Efendi. Jujur, gue penasaran karena di buku dia yang ini ada label Metropop-nya (Metropop is my bitch) dan tumben banget bukunya diterbitin sama Gramedia Pustaka Utama, setelah bertahun-tahun nama penulisnya identik banget dengan Gagas Media. Karena penasaran, yaudah gue beli deh. Gue baca dulu, baru review menyusul ya.

You Might Also Like

0 comment